Syekh Nawawi al-Bantani memberikan pandangan yang mendalam mengenai hukum menyentuh dan membawa kitab-kitab yang memuat ayat-ayat Al-Qur’an, terutama bagi mereka yang sedang dalam keadaan tidak suci, seperti orang yang mengalami hadas kecil, junub, atau perempuan haid. Dalam analisisnya, Syekh Nawawi menyebutkan tiga pendapat yang berbeda mengenai isu ini. Pendapat pertama dan paling kuat menyatakan bahwa tidak ada larangan untuk menyentuh kitab-kitab tersebut. Pendapat kedua mengharamkan tindakan ini, sementara pendapat ketiga menyebutkan bahwa hukum haram berlaku jika Al-Qur’an ditulis dengan tulisan yang mudah dibedakan, sedangkan jika tidak dapat dibedakan, maka tidak diharamkan.
Kedalaman pemikiran Syekh Nawawi terlihat dalam rincian mengenai konteks hukum. Ia merujuk pada kitab-kitab hadis dan menekankan bahwa jika kitab tersebut tidak memuat ayat-ayat Al-Qur’an, maka tidak ada larangan untuk menyentuhnya. Namun, menyentuh kitab hadis dengan keadaan suci dari hadas adalah yang lebih utama. Ini menunjukkan bahwa bagi Syekh Nawawi, kesucian dan penghormatan terhadap kitab-kitab keagamaan adalah hal yang perlu diperhatikan, meskipun dalam praktiknya ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Pendapat yang diambil dari Aqdhol Qudhot, Abu Hasan Mawardi, tentang memperbolehkan menyentuh pakaian yang dibordir dengan tulisan Al-Qur’an tanpa menggunakan pakaian tersebut, menjadi satu bagian dari diskusi yang lebih luas tentang adab dan etika dalam berinteraksi dengan benda-benda yang memiliki keterkaitan dengan ajaran Islam. Syekh Nawawi mengkritisi pendapat Mawardi yang dianggap lemah, menekankan bahwa pemakaian pakaian tersebut seharusnya diperbolehkan, sejalan dengan pandangan Syekh Abu Muhammad al-Juwaini dan para ulama lainnya yang mendukung tindakan tersebut.
Selanjutnya, Syekh Nawawi menyentuh pada pembahasan lebih lanjut mengenai buku-buku Tafsir dan Fiqih. Di sini, ia menegaskan bahwa jika ayat Al-Qur’an lebih banyak daripada tulisan lainnya, maka menyentuh dan membawanya menjadi diharamkan. Sebaliknya, jika tulisan lain lebih mendominasi, maka tindakan tersebut diperbolehkan. Pemisahan ini menunjukkan bahwa Syekh Nawawi tidak hanya menekankan pada aspek hukum semata, tetapi juga menggambarkan kedalaman spiritual dan penghormatan terhadap teks-teks suci dalam Islam.
Pandangan Syekh Nawawi al-Bantani menunjukkan bagaimana tradisi hukum Islam bersifat dinamis dan terbuka untuk berbagai interpretasi. Dalam hal ini, penghormatan terhadap Al-Qur’an dan teks-teks keagamaan lainnya menjadi inti dari ajarannya. Diskusi mengenai menyentuh kitab dan barang bertulisan Al-Qur’an mencerminkan nilai-nilai etika dan spiritual dalam berinteraksi dengan benda-benda yang dianggap suci. Syekh Nawawi mengingatkan umat Islam untuk selalu menjaga kesucian dan adab dalam setiap tindakan, terutama yang berhubungan dengan ajaran dan teks-teks suci. Wallahu a’lam.